Kemunduran Budaya Jawa, Apa Yang Terjadi dengan Kebudayaan Jawa?
Indonesia
adalah mayoritas manusia Jawa. Pada
saat ini Indonesia kembali menjadi
ajang pertempuran antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan
kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. Kemunduran kebudayaanmanusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di
Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia,
sebagai contoh kemunduran adalah terpaan berbagai krisis yang tak pernah
selesai dialami oleh bangsa Indonesia. Politisasi uang dan agama mengakibatkan
percepatan krisis kebudayaan Jawa, seperti analisa dibawah ini.
Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (Negara-negara Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan Indonesia terbuka sangat bagus, ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya. Berikut ini adalah gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
Ø Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun,
santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan manusia yang mengenakan
pakaian adat Jawa seperti surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian
hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian
keagamaan dari Timur Tengah atau Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh
yang Timur Tengah.
Ø Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas,
luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya.Dimulai dengan salam pertemuan yang
memakai assalam dan wassalah Arab itu membuat manusia dekat
dengan surga.
Ø Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab,
celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Kemudian, mereka lebih dalam lagi
mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan berbagai larangan dan usikan
bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.
Ø Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 tentang larangan2
yang tidak berdasar nalar dan tidakmenjaga keharmonisan masyarakat sungguh
menyakitkan manusia Jawa yang suka damai dan harmoni. Sejarah ORBA membuktikan
bahwa MUI dan ICMI adalah alat regim ORBA yang sangat canggih.
Ø Buku-buku yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan
membabi buta ditulis hanya untukmelawan dominasi ilmuwan Barat saat ini
membanjiri pasaran di Indonesia.
Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada
dalam memilih buku yang ingin dibacanya.
Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat
sangat cerdik, yaitu:
kebudayaan Arab itu bagian dari kebudayaan pribumi,
kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang karena
tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab adalah sangat asing.
Ø Gerilya yang cerdik dan rapi sekali adalah melalui
peraturan negara seperti undang-undang,misalnya hukum Syariah yang mulai
diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi
dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat
menjahati/menjaili kaum wanita dan pekerja seni). “Telah terjadi formalisasi
dan arabisasi saat ini. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang
dijadikan tempat2 cuci otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Indonesia
secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan
berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI
yang menjungkirbalikan harmoni dan gotong royong manusia Jawa gencar
dilancarkan.
Indonesia terus dengan mudah dikibulin dan dinina
bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar
didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.
Semestinya bangsa ini mampu mendikte Jepang dan negara
lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, misalnya pabrik: Honda di Sumatra,
Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dan seterusnya. Sungguh keterlaluan dan memalukan. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama,
dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.
Kepentingan negara asing untuk menguasai bumi dan alam
Indonesia yang kaya raya dan indah sekali sungguh riil dan kuat sekali, kalau
negara modern memakai teknologi tinggi dan jasa keuangan, sedangkan negara lain
memakai politisasi agama beserta kebudayaannya. Seperti pusat agama Kristen
modern, yang tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika.
Ulil
Abshar Abdala
Post a Comment